Niat baik yang dilakukan dengan cara keliru bisa mengundang tuntutan hukum. Nasib semacam itu yang kini dihadapi oleh Anthon Wahju Pramono. Pria berusia 64 tahun itu bermaksud mengingatkan temannya, HM Lukminto, untuk mengubah sikapnya yang sewenang-wenang. Namun cara Anthon menegur, mengirimkan SMS dengan bahasa yang kasar, seperti orang misuh-misuh, membuat ia kini harus berurusan dengan hukum.
Pengadilan Negeri Solo, Jawa Tengah akan menggelar sidang pertama kasus Anthon pada Kamis (11/7) esok. Dalam persidangan nanti Anthon akan didampingi pengacara kondang Hotma Sitompul dan Augustinus Hutajulu. Atas perbuatannya mengirimkan SMS bernada keras ke Lukminto, yang merupakan pemilik pabrik tekstil raksasa, Sritex, Anthon dijerat dengan Pasal 29 jo Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Nomer 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pasal 29 tersebut menyebutkan: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.” Hukuman maksimal bagi pelanggar pasal itu adalah 12 tahun.
Pada bulan Februari 2013, Anthon mengirimkan enam SMS ke Lukminto, yang pernah menjadi rekan bisnisnya. Banyak kata-kata bernada keras yang digunakan Anthon dalam enam SMS-nya ke Lukminto, seperti ancaman membunuh. Anthon yang masih berprofesi sebagai notaris di Solo, mengaku tidak menyadari cara menegur semacam itu bertentangan dengan Pasal 29 UU ITE tersebut. "Pak Anthon sama sekali tak ada berniat melakukan ancamannya itu. SMS itu merupakan ekspresi kekesalan beliau terhadap sepak terjang dan perlakuan Lukminto terhadap dirinya," kata Augustinus Hutajulu, kuasa hukum Anthon.
SMS itu merupakan ekspresi teguran keras Anthon kepada Lukminto karena menilai sepak terjang pemilik Sritex tersebut sudah tidak pantas. Terhadap sesama komunitas pebisnis, perilaku Lukminto jauh dari prinsip yang ia sebut di biografinya, yaitu cheng-li alias fair.
Setidaknya ada tiga pihak yang pernah merasakan ulah Lukminto. Pertama, kelompok usaha Konimex. Di tahun 1999, bos Konimex sempat mencibir tentang peran Lukminto. Omongan yang dilontarkan ke sesama pebisnis Solo itu, ternyata sampai juga ke telinga Lukminto. Pemilik pabrik tekstil itu pun meradang. Ia mengadukan masalah itu ke polisi.
Yang terjadi kemudian, bos Konimex harus menghadapi semacam teror mental. Dalam sehari, ia bisa diperiksa selama empat jam. Setelah "pemeriksaan" berjalan berhari-hari, akhirnya bos Konimex yang sudah terbilang sepuh pun tak tahan. Ia mengajukan tawaran damai. Kompensasi yang diminta oleh Lukminto untuk "perdamaian" adalah permohonan maaf bos Konimex di depan ratusan pengusaha di Solo.
Robby Sumampouw, yang pernah mengoperasikan kasino di Christmast Island, turut merasakan ulah Lukminto. Berawal dari pergantian pengurus Yayasan Bhakti Sosial Solo (YBBS), di tahun 2008. Dalam pergantian tersebut, posisi Lukminto tergusur. Tidak terima, Lukminto pun melakukan gerilya.
Kesempatan Lukminto membalas dendam terbuka karena salah seorang penandatangan akta pergantian pengurus meninggal sebelum akta disahkan. Robby yang juga pengurus YBBS terkena tuntutan. Perkara pemalsuan akta tersebut kini tengah diproses di tingkat kasasi.
Pebisnis lain yang merasakan ulah Lukminto adalah Sumitro, pemilik PT Delta Merlin Dunia Tekstil, dan ibunya. Lukminto mengadukan Delta yang memiliki merek dagang Duniatex, telah memalsukan garis kuning yang ada di tepi kainnya. Dalam biografi Lukminto, benang kuning yang ada di pinggir kain diklaim Sritex sebagai paten atas produk kainnya yang berkualitas.
Padahal, di antara para produsen tekstil, jelujur benang di pinggir kain merupakan disain yang umum. Motif semacam itu tidak merujuk ke produk pabrik tertentu. Persidangan yang dimulai tahun 2011 itu, awalnya hanya mendakwa Jau Tau Kwan, sang Direktur Utama Duniatex, sebagai pemalsu motif kain Sritex.
Namun belakangan, proses hukum merembet ke Sumitro. Bahkan, sang ibu. Pada Februari 2012, aparat yang diduga berpihak ke Sritex, menggerebek rumah Sumitro, layaknya pemilik Duniatex tersebut teroris. Foto Sumitro dan sang ibu disebar ke pelosok kota Solo seakan-akan keduanya pelarian yang berbahaya.
Perseteruan Sritex versus Duniatex itu mengagetkan bagi para pebisnis senior di Solo. Penyebabnya, ayah Sumitro di masa lalu merupakan sahabat Lukminto. Beberapa pebisnis Solo malah mengingat, ayah Sumitro kerap membantu Lukminto.
Desas-desus yang beredar, Lukminto mencemaskan pertumbuhan Duniatex yang pesat. Setelah berada di tangan Soemitro, Duniatex tumbuh hingga menempati lahan pabrik yang luasnya nyaris sama dengan Sritex.
Terbetik pula kabar bahwa, pemesan kain dari Tanah Abang, yang disebut-sebut sebagai pihak yang membuat Sritex menyadari adanya pemalsuan, merupakan kerabat dari Lukminto.
Dalam hubungan sosialnya dengan kalangan di luar pebisnis, jejak Lukminto tak kalah hitam. Dalam SMS yang dikirim ke Lukminto, Anthon menyebut beberapa nama perempuan yang telah menjadi korban dari kebejatan bos Sritex itu.
Tekanan terhadap Anthon, yang pernah membantu Lukminto saat Sritex terkena badai krisis moneter di tahun 1998, bertambah setelah ia mengetahui bos Sritex tersebut pernah merayu istrinya. Berbagai aksi main kayu Lukminto itu yang membuat Anthon stress dan terdorong mengirimkan SMS bernada ancaman.
Namun betapa pun keras kata yang dipilih Anthon, sulit untuk mempercayai ia berniat membunuh Lukminto. Andai berniat membunuh, Anthon tentu tidak membiarkan identitasnya terbuka. Kenyataannya? Dalam SMS itu, ia menyebut beberapa nama perempuan yang pernah digoda Lukminto. Padahal, yang mengetahui nama-nama tersebut hanya dua orang teman Lukminto saja. Anthon juga tak terkesan ingin sungguh-sungguh membunuh karena ia mengirimkan SMS tersebut, tak cuma ke Lukminto, tapi ke beberapa pebisnis di Solo.
Dari responnya, Lukminto, yang terkenal memiliki banyak pengawal yang berstatus anggota TNI, terkesan tidak merasa terancam. Ia tidak serta merta bersembunyi, atau meminta perlindungan ke polisi. Tapi malah mengadukan Anthon ke polisi. Maka, jadilah Anthon sebagai tersangka. Dan kini, perkara Anthon pun akan mulai disidang di Pengadilan Negeri Solo. “Dalam persidangan nanti akan kami buka semua perlakuan Lukminto yang membuat Anthon stress, dan puncaknya mengirim SMS ancaman,” kata Augustinus Hutajulu. (dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar